Assalamualaikum, Mas
Waalaikum salam, eh Mas Fauzi…gimana kabarnya nih?
Alhamdulillah baik, nanti siang ada acara nda?
Emmm keliatannya ngga ada mas, emang kenapa?
Gini...mas, tanggal 9 April kan tinggal dua minggu lagi, nah saya dapet informasi dari temen saya kalo Mas Rachmat ini kader juga, jadi saya ada rencana untuk ngumpulin seluruh kader di RW kita, supaya saling kenal dan bisa koordinasi satu sama lainnya.
Insya Allah mas, saya setuju, soalnya selama satu tahun ini terus terang saya ngga tau nih kader di sini siapa-siapa aja sih, mm dimana acaranya, mas?
Dirumah saya, ba’da zuhur
Maaf mas Fauzi, alamatnya dimana ya?
Depan rumah pak RW….tau kan?
Oh iya....
Ya udah, sampai ketemu nanti ya, Assalamualaikum?
Waalaikum salam....
Mas Fauzi meninggalkan diriku, sesaat setelah menjabat tanganku, pria yang baru saja kukenal sejak setahun ini memang baru berbicara banyak denganku tadi, biasanya memang hanya sekedar menyapa salam saja.
Kurang dari 24 bulan aku baru tinggal di kota Bogor ini. Aku, kakak, keponakan dan kedua orangtuaku berasal dari Sukabumi, kami pindah dalam rangka mengikuti Ayahku yang ditugaskan di kota hujan ini, Aku sendiri sudah lama pulang pergi sukabumi – bogor, sebab aku bekerja di salah satu perusahaan teknologi dan internet di Bogor.
Sejak masih di Sukabumi memang aku sudah aktif dalam kepartaian, tepatnya sejak masih duduk dibangku kuliah.
Saat masih di Sukabumi, aku sempat bertunangan dengan seorang gadis tetanggaku sendiri, meskipun aku sangat mendambakan istri yang punya aktifitas ke partaian yang sama denganku, namun tampaknya keadaan berbicara lain, saat itu aku yang berusia hampir kepala tiga, dengan segera mengiyakan sesaat setelah orang tuaku menjodohkan aku dengan tetanggaku itu.
Cantik, sopan, smart dan solehah begitulah kira-kira gambaran calon istriku, meskipun ia dari keluarga muslim tradisional dan aku sempat khawatir akan perbedaan ini, namun seiring dengan berjalannya waktu, saat ini aku mulai mencintainya.
Kami sepakat akan melangsungkan pernikahan pada bulan Juli nanti, tepatnya seminggu setelah pilpres nanti,
Sebelum bertunangan, kami memang sudah saling mengenal satu sama lain, namun karena kesibukan serta lokasi aktifitas menyebabkan kami tidak pernah mengenal lebih dalam, saat ini ia sedang meneruskan S2 nya di Malaysia, sementara aku sendiri pulang pergi Sukabumi – Bogor.
----------------
”Assalamualaikum, ”
”Waalaikumsalam, eh Mas Rachmat...ayo,,ayo masuk.”
Ternyata aku bukanlah orang pertama yang datang, didalam sudah ada lima orang termasuk Mas Fauzi didalamnya, mereka dengan ramah memperkenalkan dirinya satu persatu, dimulai dari Pak Toto, bapak dengan lima orang anak ini aku perkirakan berusia 40 tahunan, ia paling senior diantara kami, selanjutnya disusul Mas Hermanto, pria berjenggot tipis asal cilacap ini mengaku sebagai orang baru juga di RW sini.
Setelah para pria memperkenalkan diri, kini giliran wanitanya, meskipun tempat duduk dua orang wanita ini hanya berjarak dua meter, namun aku tidak bisa melihat wajah mereka, sebab tempat duduk kami dibatasi oleh white board.
Diantara kedua wanita tadi, salah satunya adalah istri dari Mas Fauzi, sedangkan yang satunya lagi Mbak Ratih namanya, ia menceritakan sedikit aktifitasnya sehari-hari, ia seorang guru SMP bidang matematika dan mengajar TPA juga dilingkungan komplek ini,
Tanpa sadar aku teringat akan cerita keponakanku, ia mengatakan bahwa saat ini ia sedang senang mengaji dengan guru TPA-nya yang baru, namanya Bu Ratih, ia baik dan sering mengantarkan keponakanku itu sampai ke rumah,
”jangan-jangan Mba Ratih ini adalah Bu Ratih yang diceritakan Dina keponakanku”
Pikirku dalam hati
-------
Setelah semua agenda pertemuan dilalui, satu persatu mereka meninggalkan diriku, aku memilih pulang belakangan, selain ingin membantu membereskan rumah Mas Fauzi, aku juga harus membereskan notulensi dan kesimpulan rapat tadi, rupanya Mba Ratih juga belum pulang, sebab ia juga sedang sibuk membantu istri Mas Fauzi dan membereskan administrasi biodata kader di RW ini.
”Mas Rahmat tinggalnya di Jalan Jeruk nomor 2, emang Mas Rahmat siapanya Dina?” tanya Mba Ratih dari balik white board
”Saya Om-nya Mba” jawabku singkat,
”Mba Ratih, guru TPA-nya Dina ya?” kini aku yang angkat bicara, sambil melepas seluruh kabel yang tersambung di Laptop
”Iya mas, Kok Mas Rahmat tau, dari Dina ya?”
”Iya, sudah lama Mba tinggal disini?
”Aku lahir disini, Mas Rahmat kerja dimana?”
Tak terasa kami ngobrol panjang lebar, mulai dari kegiatan sehari-hari, sekolah, pekerjaan hingga cerita mengenai keluarga kami masing-masing.
Waktu sudah mendekati ashar, aku berpamitan kepada tuan rumah dan Mba Ratih, tanpa sadar aku melihat wajah Mba Ratih keluar dari balik white board, rupanya ia juga sudah selesai dan mencoba melihat wajahku.
Lima detik aku memandang wajahnya, segera aku coba alihkan pandangan ini, mengucapkan salam dan segera bergegas meninggal kan rumah Mas Fauzi.
Selama perjalanan pulang, aku bergumam dalam hati, rupanya Ratih masih muda, kira-kira dua tahun dibawahku, aku sempat khawatir dengan yang barusan terjadi, kenapa hati ini begitu bergetar saat melihat Ratih tadi, ada rasa sesal dalam diri ini, kenapa baru sekarang mengenal dirinya, wanita yang selama ini aku idam-idamkan, kini hadir setelah aku bertunangan.
Astaghfirullah...kenapa pikiranku jadi ngaco gini ya, lagian jangan geer dulu, emangnya si Ratih ini suka ama aku juga...ya belum tentu juga kali...
Begitulah kata hatiku saling bersahutan.
-------
Setelah makan malam, aku mendengar ada bunyi SMS dari HP ku
”Ass..Maaf Mas Rahmat...ijin nyatet nomor HP-nya ya, agar koordinasi kita lancar (Ratih)” begitu isi SMS,
”wlkmslm..ga papa, ini nomornya Mba Ratih ya?”
”Iya mas”
Aku tidak ingin mencoba menyambung SMS ini, aku takut ke ge-er anku kembali datang,
”repot nanti” pikirku dalam hati
Dalam hati aku kembali mengulang angan-angan tadi siang
”Akhirnya aku menemukan wanita yang selama ini aku idam-idamkan, tapi kenapa ya aku dipertemukan disaat yang tidak tepat, aku sudah mencintai calon istriku, dan aku sudah terlanjur melamarnya”
------
Jam 3 pagi, aku dikejutkan dengan dering HP, dengan nada miscall dan berakhir pada bunyi SMS.
”Ass Para kader sekalian, dimohon agar bisa meluangkan waktu, tahajud dan mendoakan perjuangan kita (Ratih)”
”Makasih Mba udah bangunin aku”
”Sama-sama”
Mudah-mudahan bukan cuman aku yang dibangunin sama Ratih, begitu pikirku saat membaca SMS terakhir tadi
------
Hampir setiap hari aku mendapat kiriman SMS dari Ratih, aku tidak berani menanyakan hal ini kepada kader lain, dan aku juga tidak berani pula mereply SMS dengan kata-kata yang lain selain : ”Terima kasih ya mbak, sudah dibangunin”
Hari pencontrengan tiba, Aku kebagian tugas di TPS 100, lokasinya di lapangan bulutangkis, rupanya rumah Ratih berada disekitar itu, saat zuhur ia mengingatkanku untuk beristirahat, aku dibawakan makan siang olehnya dan ia pun rela menggantikanku saat aku izin shalat zuhur sebentar.
Aku semakin yakin, apa yang aku takutkan akan terjadi, perhatian Ratih selama ini punya arti tersendiri, aku tak dapat membohongi perasaanku juga, aku menikmati perhatiannya, aku membalas perhatiannya, dan hari itu aku benar-benar dibuat jatuh cinta padanya.
Ia tidak tahu bahwa aku sudah bertunangan dan aku juga tidak sanggup mengatakan yang sebenarnya
Panasnya matahari dan rasa jenuh dari lalulalang para pemilih seolah tidak terasa, selama dia menjenguk dan memberikan perhatiannya kepadaku di TPS ini, tidak ada pernyataan atau kata-kata resmi yang keluar dari mulut kami mengenai cinta ini, namun kami berdua bisa merasakan getaran ini.
Hari yang indah ini hampir selesai, tepat jam 8 malam Ratih menanyakan rekapitulasi suara partai kami untuk dilaporkan ke koordinator wilayah saksi, aku tidak dapat berbohong, aku senang ia datang lagi, meskipun galau hati ini, aku sangat bahagia bisa ngobrol lagi dengannya.
Meskipun dalam pembicaraannya, Ratih seringkali memancing pembicaraan ke arah serius, namun aku pura-pura polos menghindarinya, aku bingung, sebab aku juga ingin berbicara serius mengenai hubungan ini, tapi bagaimana mungkin?.
-------
Malam ini perasaanku sangat kacau, bathinku bertempur hebat, siapa yang aku pilih, ya Allah apakah Ratih sebagai cobaan bagi pernikahanku ataukah ia yang akan menyelamatkanku dari keputusan yang terburu-buru saat itu.
Aku terus berfikir mengenai kedua wanita ini, apakah aku berani membatalkan pernikahan ini, bagaimana perasaannya, keluarganya dan bagaimana reaksi orang tuaku nanti, sementara persiapan pernikahan sudah 50% jalan, undangan sudah dipesan, tenda sudah dibooking dan kepanitiaan di Sukabumi sudah dibentuk.
Disatu sisi, perhatian Ratih yang baru aku terima tadi siang menggoreskan kesan yang dalam dihati ini, aku pun mengingat-ingat kejadian masa laluku,
Sebelum dengan calon istriku, aku pernah beberapa kali gagal dalam mencari pasangan hidup, pernah aku suka dengan wanita tapi ia tidak suka, aku bilang mungkin ini bukan jodohku, lalu ada lagi wanita yang menyukaiku tapi giliran akunya yang tidak suka dengannya, akupun bilang mungkin aku bukan jodohnya.
Dengan keterbatasanku yang bukan ahli bercinta, aku pernah berfikir bahwa yang namanya jodoh adalah jika pria dan wanita saling jatuh cinta, ternyata aku salah, sekarang aku menyukai Ratih dan begitupula dengannya, tapi karena waktu yang tidak tepat, aku jadi bertanya-tanya lagi, siapa jodohku? Ratihkah atau calon istriku?
Tut..tut..tut,
Bunyi SMS membuyarkan lamunanku, segera kubaca
”Aslm Mas Rahmat, di Bogor siapa yang menang, kalau di Malaysia rata-rata Partainya Mas Rahmat loh yang menang, gimana persipan pernikahan kita?”
Degh...jantung ini bedegup kencang, gemetar jari ini menulis SMS balasan
”WlkmSlm, Alhamdulilah disini nomor dua, persiapan nikah udah 50%, kapan kamu pulang”
Masih deg-degan, aku menunggu balasan SMS tadi.
Drrdd...kali ini nada SMS aku ubah jadi getar, agar tidak mengganggu Dina yang sedang belajar
”Asslm, Mas Rahmat lagi ngapain, sejak pertama aku ketemu Mas sampai siang tadi, aku menyimpulkan kalau aku boleh bicara dan kenal lebih dekat dengan Mas Rahmat, bagaimana dengan Mas Rahmat?”
Lebih hebat lagi, jantung ini dibuat bergetar setelah membaca SMS dari Ratih, aku sangat paham dengan maksud kata-kata ”Boleh bicara dan kenal lebih dekat”
--------
Tiga tahun kemudian
”Nanti setelah kondangan, kita mampir ke rumah orang tuaku kan?”
”Ya iyalah Pak, ngga enak udah sebulan kita nggak kesini, yang mana rumahnya?
”Itu dia tendanya,...Eit Dafa, nanti makan es krimnya jangan banyak-banyak ya, masih batuk kan?”
Aku menggandeng istri dan anakku, berjalan menuju tenda pelaminan, disana sudah berdiri sepasang pengantin, aku menyalami satu persatu, dan berjalan melambat ketika tiba didepan mempelai wanita
”Selamat ya Mba Ratih, semoga bahagia selamanya, kenalin ini istri dan anakku”.
Cerita ini adalah fiksi : jika ada kesamaan nama, hanyalah sebuah kebetulan saja http://www.alifiarahmany.blogspot.com/
Waalaikum salam, eh Mas Fauzi…gimana kabarnya nih?
Alhamdulillah baik, nanti siang ada acara nda?
Emmm keliatannya ngga ada mas, emang kenapa?
Gini...mas, tanggal 9 April kan tinggal dua minggu lagi, nah saya dapet informasi dari temen saya kalo Mas Rachmat ini kader juga, jadi saya ada rencana untuk ngumpulin seluruh kader di RW kita, supaya saling kenal dan bisa koordinasi satu sama lainnya.
Insya Allah mas, saya setuju, soalnya selama satu tahun ini terus terang saya ngga tau nih kader di sini siapa-siapa aja sih, mm dimana acaranya, mas?
Dirumah saya, ba’da zuhur
Maaf mas Fauzi, alamatnya dimana ya?
Depan rumah pak RW….tau kan?
Oh iya....
Ya udah, sampai ketemu nanti ya, Assalamualaikum?
Waalaikum salam....
Mas Fauzi meninggalkan diriku, sesaat setelah menjabat tanganku, pria yang baru saja kukenal sejak setahun ini memang baru berbicara banyak denganku tadi, biasanya memang hanya sekedar menyapa salam saja.
Kurang dari 24 bulan aku baru tinggal di kota Bogor ini. Aku, kakak, keponakan dan kedua orangtuaku berasal dari Sukabumi, kami pindah dalam rangka mengikuti Ayahku yang ditugaskan di kota hujan ini, Aku sendiri sudah lama pulang pergi sukabumi – bogor, sebab aku bekerja di salah satu perusahaan teknologi dan internet di Bogor.
Sejak masih di Sukabumi memang aku sudah aktif dalam kepartaian, tepatnya sejak masih duduk dibangku kuliah.
Saat masih di Sukabumi, aku sempat bertunangan dengan seorang gadis tetanggaku sendiri, meskipun aku sangat mendambakan istri yang punya aktifitas ke partaian yang sama denganku, namun tampaknya keadaan berbicara lain, saat itu aku yang berusia hampir kepala tiga, dengan segera mengiyakan sesaat setelah orang tuaku menjodohkan aku dengan tetanggaku itu.
Cantik, sopan, smart dan solehah begitulah kira-kira gambaran calon istriku, meskipun ia dari keluarga muslim tradisional dan aku sempat khawatir akan perbedaan ini, namun seiring dengan berjalannya waktu, saat ini aku mulai mencintainya.
Kami sepakat akan melangsungkan pernikahan pada bulan Juli nanti, tepatnya seminggu setelah pilpres nanti,
Sebelum bertunangan, kami memang sudah saling mengenal satu sama lain, namun karena kesibukan serta lokasi aktifitas menyebabkan kami tidak pernah mengenal lebih dalam, saat ini ia sedang meneruskan S2 nya di Malaysia, sementara aku sendiri pulang pergi Sukabumi – Bogor.
----------------
”Assalamualaikum, ”
”Waalaikumsalam, eh Mas Rachmat...ayo,,ayo masuk.”
Ternyata aku bukanlah orang pertama yang datang, didalam sudah ada lima orang termasuk Mas Fauzi didalamnya, mereka dengan ramah memperkenalkan dirinya satu persatu, dimulai dari Pak Toto, bapak dengan lima orang anak ini aku perkirakan berusia 40 tahunan, ia paling senior diantara kami, selanjutnya disusul Mas Hermanto, pria berjenggot tipis asal cilacap ini mengaku sebagai orang baru juga di RW sini.
Setelah para pria memperkenalkan diri, kini giliran wanitanya, meskipun tempat duduk dua orang wanita ini hanya berjarak dua meter, namun aku tidak bisa melihat wajah mereka, sebab tempat duduk kami dibatasi oleh white board.
Diantara kedua wanita tadi, salah satunya adalah istri dari Mas Fauzi, sedangkan yang satunya lagi Mbak Ratih namanya, ia menceritakan sedikit aktifitasnya sehari-hari, ia seorang guru SMP bidang matematika dan mengajar TPA juga dilingkungan komplek ini,
Tanpa sadar aku teringat akan cerita keponakanku, ia mengatakan bahwa saat ini ia sedang senang mengaji dengan guru TPA-nya yang baru, namanya Bu Ratih, ia baik dan sering mengantarkan keponakanku itu sampai ke rumah,
”jangan-jangan Mba Ratih ini adalah Bu Ratih yang diceritakan Dina keponakanku”
Pikirku dalam hati
-------
Setelah semua agenda pertemuan dilalui, satu persatu mereka meninggalkan diriku, aku memilih pulang belakangan, selain ingin membantu membereskan rumah Mas Fauzi, aku juga harus membereskan notulensi dan kesimpulan rapat tadi, rupanya Mba Ratih juga belum pulang, sebab ia juga sedang sibuk membantu istri Mas Fauzi dan membereskan administrasi biodata kader di RW ini.
”Mas Rahmat tinggalnya di Jalan Jeruk nomor 2, emang Mas Rahmat siapanya Dina?” tanya Mba Ratih dari balik white board
”Saya Om-nya Mba” jawabku singkat,
”Mba Ratih, guru TPA-nya Dina ya?” kini aku yang angkat bicara, sambil melepas seluruh kabel yang tersambung di Laptop
”Iya mas, Kok Mas Rahmat tau, dari Dina ya?”
”Iya, sudah lama Mba tinggal disini?
”Aku lahir disini, Mas Rahmat kerja dimana?”
Tak terasa kami ngobrol panjang lebar, mulai dari kegiatan sehari-hari, sekolah, pekerjaan hingga cerita mengenai keluarga kami masing-masing.
Waktu sudah mendekati ashar, aku berpamitan kepada tuan rumah dan Mba Ratih, tanpa sadar aku melihat wajah Mba Ratih keluar dari balik white board, rupanya ia juga sudah selesai dan mencoba melihat wajahku.
Lima detik aku memandang wajahnya, segera aku coba alihkan pandangan ini, mengucapkan salam dan segera bergegas meninggal kan rumah Mas Fauzi.
Selama perjalanan pulang, aku bergumam dalam hati, rupanya Ratih masih muda, kira-kira dua tahun dibawahku, aku sempat khawatir dengan yang barusan terjadi, kenapa hati ini begitu bergetar saat melihat Ratih tadi, ada rasa sesal dalam diri ini, kenapa baru sekarang mengenal dirinya, wanita yang selama ini aku idam-idamkan, kini hadir setelah aku bertunangan.
Astaghfirullah...kenapa pikiranku jadi ngaco gini ya, lagian jangan geer dulu, emangnya si Ratih ini suka ama aku juga...ya belum tentu juga kali...
Begitulah kata hatiku saling bersahutan.
-------
Setelah makan malam, aku mendengar ada bunyi SMS dari HP ku
”Ass..Maaf Mas Rahmat...ijin nyatet nomor HP-nya ya, agar koordinasi kita lancar (Ratih)” begitu isi SMS,
”wlkmslm..ga papa, ini nomornya Mba Ratih ya?”
”Iya mas”
Aku tidak ingin mencoba menyambung SMS ini, aku takut ke ge-er anku kembali datang,
”repot nanti” pikirku dalam hati
Dalam hati aku kembali mengulang angan-angan tadi siang
”Akhirnya aku menemukan wanita yang selama ini aku idam-idamkan, tapi kenapa ya aku dipertemukan disaat yang tidak tepat, aku sudah mencintai calon istriku, dan aku sudah terlanjur melamarnya”
------
Jam 3 pagi, aku dikejutkan dengan dering HP, dengan nada miscall dan berakhir pada bunyi SMS.
”Ass Para kader sekalian, dimohon agar bisa meluangkan waktu, tahajud dan mendoakan perjuangan kita (Ratih)”
”Makasih Mba udah bangunin aku”
”Sama-sama”
Mudah-mudahan bukan cuman aku yang dibangunin sama Ratih, begitu pikirku saat membaca SMS terakhir tadi
------
Hampir setiap hari aku mendapat kiriman SMS dari Ratih, aku tidak berani menanyakan hal ini kepada kader lain, dan aku juga tidak berani pula mereply SMS dengan kata-kata yang lain selain : ”Terima kasih ya mbak, sudah dibangunin”
Hari pencontrengan tiba, Aku kebagian tugas di TPS 100, lokasinya di lapangan bulutangkis, rupanya rumah Ratih berada disekitar itu, saat zuhur ia mengingatkanku untuk beristirahat, aku dibawakan makan siang olehnya dan ia pun rela menggantikanku saat aku izin shalat zuhur sebentar.
Aku semakin yakin, apa yang aku takutkan akan terjadi, perhatian Ratih selama ini punya arti tersendiri, aku tak dapat membohongi perasaanku juga, aku menikmati perhatiannya, aku membalas perhatiannya, dan hari itu aku benar-benar dibuat jatuh cinta padanya.
Ia tidak tahu bahwa aku sudah bertunangan dan aku juga tidak sanggup mengatakan yang sebenarnya
Panasnya matahari dan rasa jenuh dari lalulalang para pemilih seolah tidak terasa, selama dia menjenguk dan memberikan perhatiannya kepadaku di TPS ini, tidak ada pernyataan atau kata-kata resmi yang keluar dari mulut kami mengenai cinta ini, namun kami berdua bisa merasakan getaran ini.
Hari yang indah ini hampir selesai, tepat jam 8 malam Ratih menanyakan rekapitulasi suara partai kami untuk dilaporkan ke koordinator wilayah saksi, aku tidak dapat berbohong, aku senang ia datang lagi, meskipun galau hati ini, aku sangat bahagia bisa ngobrol lagi dengannya.
Meskipun dalam pembicaraannya, Ratih seringkali memancing pembicaraan ke arah serius, namun aku pura-pura polos menghindarinya, aku bingung, sebab aku juga ingin berbicara serius mengenai hubungan ini, tapi bagaimana mungkin?.
-------
Malam ini perasaanku sangat kacau, bathinku bertempur hebat, siapa yang aku pilih, ya Allah apakah Ratih sebagai cobaan bagi pernikahanku ataukah ia yang akan menyelamatkanku dari keputusan yang terburu-buru saat itu.
Aku terus berfikir mengenai kedua wanita ini, apakah aku berani membatalkan pernikahan ini, bagaimana perasaannya, keluarganya dan bagaimana reaksi orang tuaku nanti, sementara persiapan pernikahan sudah 50% jalan, undangan sudah dipesan, tenda sudah dibooking dan kepanitiaan di Sukabumi sudah dibentuk.
Disatu sisi, perhatian Ratih yang baru aku terima tadi siang menggoreskan kesan yang dalam dihati ini, aku pun mengingat-ingat kejadian masa laluku,
Sebelum dengan calon istriku, aku pernah beberapa kali gagal dalam mencari pasangan hidup, pernah aku suka dengan wanita tapi ia tidak suka, aku bilang mungkin ini bukan jodohku, lalu ada lagi wanita yang menyukaiku tapi giliran akunya yang tidak suka dengannya, akupun bilang mungkin aku bukan jodohnya.
Dengan keterbatasanku yang bukan ahli bercinta, aku pernah berfikir bahwa yang namanya jodoh adalah jika pria dan wanita saling jatuh cinta, ternyata aku salah, sekarang aku menyukai Ratih dan begitupula dengannya, tapi karena waktu yang tidak tepat, aku jadi bertanya-tanya lagi, siapa jodohku? Ratihkah atau calon istriku?
Tut..tut..tut,
Bunyi SMS membuyarkan lamunanku, segera kubaca
”Aslm Mas Rahmat, di Bogor siapa yang menang, kalau di Malaysia rata-rata Partainya Mas Rahmat loh yang menang, gimana persipan pernikahan kita?”
Degh...jantung ini bedegup kencang, gemetar jari ini menulis SMS balasan
”WlkmSlm, Alhamdulilah disini nomor dua, persiapan nikah udah 50%, kapan kamu pulang”
Masih deg-degan, aku menunggu balasan SMS tadi.
Drrdd...kali ini nada SMS aku ubah jadi getar, agar tidak mengganggu Dina yang sedang belajar
”Asslm, Mas Rahmat lagi ngapain, sejak pertama aku ketemu Mas sampai siang tadi, aku menyimpulkan kalau aku boleh bicara dan kenal lebih dekat dengan Mas Rahmat, bagaimana dengan Mas Rahmat?”
Lebih hebat lagi, jantung ini dibuat bergetar setelah membaca SMS dari Ratih, aku sangat paham dengan maksud kata-kata ”Boleh bicara dan kenal lebih dekat”
--------
Tiga tahun kemudian
”Nanti setelah kondangan, kita mampir ke rumah orang tuaku kan?”
”Ya iyalah Pak, ngga enak udah sebulan kita nggak kesini, yang mana rumahnya?
”Itu dia tendanya,...Eit Dafa, nanti makan es krimnya jangan banyak-banyak ya, masih batuk kan?”
Aku menggandeng istri dan anakku, berjalan menuju tenda pelaminan, disana sudah berdiri sepasang pengantin, aku menyalami satu persatu, dan berjalan melambat ketika tiba didepan mempelai wanita
”Selamat ya Mba Ratih, semoga bahagia selamanya, kenalin ini istri dan anakku”.
Cerita ini adalah fiksi : jika ada kesamaan nama, hanyalah sebuah kebetulan saja http://www.alifiarahmany.blogspot.com/
2 comments:
aha... cukup membuat budhe tersenyum dan berfikir..."waaah.. jangan jangan suamiku juga gitu dech..nyesel ga' ya menikah dgku..bukane akhir akhir ini juga banyak bertemu dg wanita cantik,pintar dan dari keluarga baik serta
sholihah...ah tidak!beliau sudah memilihku menjadi ibu dari anak anaknya pastilan ada nilai istimewa dimatanya..tapi.. penasaran juga..
Cerita bagus alurnya kurang nyentuh dan judulnya kok..makasih yaaa ditunggu bacaan asyik lainnya..
Keren bos.. boleh tuh buat nulis novel..
Post a Comment