Aku membiarkan setengah tubuhku berada diluar batas pintu KRL (Kereta Rangkaian Listrik) Jabotabek, kedua tanganku berpegangan pada besi pegangan pintu sementara salah satu kakiku di batas pintu kereta dan kaki lainnya menempel di stasiun Depok Lama, angin berhembus mengusir keringat dan sedikit menyegarkan tubuhku.
“lumayan pikirku, daripada didalam kereta, lagi pula hanya satu stasiun lagi perjalananku akan berakhir, nanti akan sulit turunnya jika aku masih didalam”
Saat itu rasanya ingin sekali bisa segera tiba di rumah, setelah semalaman aku begadang sibuk membantu pesta pernikahan kakak pertamaku di daerah Pasar Minggu.
Sepuluh menit sudah kereta ini berhenti, tapi kereta ini belum ada tanda-tanda akan bergerak, bahkan pengumuman yang biasa keluar dari TOA diatas langit-langit stasiun pun belum meneriakan kereta akan meneruskan perjalanannya.
Untuk mengusir rasa jenuh aku iseng menanyakan hal ini kepada salah seorang penumpang lain didepanku, menurutnya kejadian seperti ini sudah biasa terjadi di stasiun Depok lama, setiap KRL yang berhenti disini harus antre menunggu giliran untuk meneruskan perjalanannya sepuluh hingga lima belas menit, sebab di stasiun ini memiliki rel yang berfungsi sebagai perpindahan dua arah (waktu itu).
Sedikit terhibur rasanya mendengar penuturan pria ramah dengan jaket biru seumuran ayahku tadi, rupanya kereta ini tidak mengalami gangguan seperti cerita-cerita yang pernah ku dengar.
Sambil menghela nafas aku mulai melihat-lihat situasi para pencari rizky di stasiun Depok lama ini, kali ini mataku berhenti tertuju kepada penjual lontong dan aneka gorengan disana.
Terjadi perdebatan dalam batinku, antara menuruti rasa lapar yang sebenarnya bisa ditahan dengan keinginan ingin segera tiba dirumah.
“Ayolah perut, paling sebentar lagi sudah sampai dirumah, kata Bapak tadi aja bilang paling lama lima belas menit kereta menunggu, jadi sebentar lagi kita sudah tiba dirumah kok…tahan ya”
Sebenarnya aku sangat setuju apa yang disampaikan oleh batinku ini, tapi entah kenapa rasa lapar ini tiba-tiba saja, menjadi semakin menjadi-jadi ditambah lagi dengan banyaknya orang yang makan di tempat itu, sehingga rasa lapar ini memenangkan perdebatan dalam batin ini.
Tanpa pikir panjang lagi aku menginjakkan kedua kakiku di stasiun ini dan bergegas melangkah menuju tukang lontong tadi sambil berharap kereta ini masih lama menunggu dan aku tidak tertinggal disini.
“Mudah-mudahan nggak ketinggalan” gumamku dalam hati
Setelah duduk dan membuka kulit lontong, aku pun terkejut, rupanya kereta tadi jalan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu, aku yang sedang dalam posisi suapan pertama dan juga belum membayar, tak mungkin mengejar kereta itu.
Dengan wajah tanpa daya aku biarkan kereta berlalu dari hadapanku, menyesal rasanya ketika tertinggal kereta, kali ini aku sangat marah sama perutku sendiri, harusnya aku bisa menahan rasa lapar ini, hanya karena lontong ini aku jadi tertinggal kereta dan tidak bisa segera makan dan istirahat dirumahku sendiri.
“Siaaaalan” teriak hatiku sejadi-jadinya.
Masih dalam suasana menyesal, aku membuang kulit pembungkus lontong dan tanganku merogoh kantong untuk mengambil uang receh, setelah itu segera kuserahkan uang tersebut kepada penjual lontong dan berharap kereta selanjutnya akan tiba dan aku tidak ketinggalan lagi.
Sesaat setelah itu, aku dikejutkan oleh suara dentuman yang amat keras dan mengagetkan semua orang yang berada disana, bunyinya seperti suara dua buah benda besar bertabrakan.
Seseorang dengan berteriak dan berlari dari arah stasiun memberikan kabar yang membuat dengkul ini menjadi lemas, yakni telah terjadi tabrakan dua buah kereta diperlintasan rel wilayah ratujaya (rel jalan antara stasiun Depok lama dan stasiun Citayam).
Akupun melakukan sujud syukur dan meminta maaf serta menyesal karena telah memberikan fatwa sial kepada rasa lapar ini.
Terima kasih ya Allah engkau telah memberikan rasa lapar ini kepada hambamu ini dan sekarang rasa lapar ini telah menyelamatkan diriku.
Cerita ini diangkat dari kisah yang dialami oleh sahabat Livi Family yang bernama Atman warga Citayam pada tahun 1993, semoga bermanfaat dan dapat dijadikan pelajaran bagi kita semua bahwa :
“lumayan pikirku, daripada didalam kereta, lagi pula hanya satu stasiun lagi perjalananku akan berakhir, nanti akan sulit turunnya jika aku masih didalam”
Saat itu rasanya ingin sekali bisa segera tiba di rumah, setelah semalaman aku begadang sibuk membantu pesta pernikahan kakak pertamaku di daerah Pasar Minggu.
Sepuluh menit sudah kereta ini berhenti, tapi kereta ini belum ada tanda-tanda akan bergerak, bahkan pengumuman yang biasa keluar dari TOA diatas langit-langit stasiun pun belum meneriakan kereta akan meneruskan perjalanannya.
Untuk mengusir rasa jenuh aku iseng menanyakan hal ini kepada salah seorang penumpang lain didepanku, menurutnya kejadian seperti ini sudah biasa terjadi di stasiun Depok lama, setiap KRL yang berhenti disini harus antre menunggu giliran untuk meneruskan perjalanannya sepuluh hingga lima belas menit, sebab di stasiun ini memiliki rel yang berfungsi sebagai perpindahan dua arah (waktu itu).
Sedikit terhibur rasanya mendengar penuturan pria ramah dengan jaket biru seumuran ayahku tadi, rupanya kereta ini tidak mengalami gangguan seperti cerita-cerita yang pernah ku dengar.
Sambil menghela nafas aku mulai melihat-lihat situasi para pencari rizky di stasiun Depok lama ini, kali ini mataku berhenti tertuju kepada penjual lontong dan aneka gorengan disana.
Terjadi perdebatan dalam batinku, antara menuruti rasa lapar yang sebenarnya bisa ditahan dengan keinginan ingin segera tiba dirumah.
“Ayolah perut, paling sebentar lagi sudah sampai dirumah, kata Bapak tadi aja bilang paling lama lima belas menit kereta menunggu, jadi sebentar lagi kita sudah tiba dirumah kok…tahan ya”
Sebenarnya aku sangat setuju apa yang disampaikan oleh batinku ini, tapi entah kenapa rasa lapar ini tiba-tiba saja, menjadi semakin menjadi-jadi ditambah lagi dengan banyaknya orang yang makan di tempat itu, sehingga rasa lapar ini memenangkan perdebatan dalam batin ini.
Tanpa pikir panjang lagi aku menginjakkan kedua kakiku di stasiun ini dan bergegas melangkah menuju tukang lontong tadi sambil berharap kereta ini masih lama menunggu dan aku tidak tertinggal disini.
“Mudah-mudahan nggak ketinggalan” gumamku dalam hati
Setelah duduk dan membuka kulit lontong, aku pun terkejut, rupanya kereta tadi jalan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu, aku yang sedang dalam posisi suapan pertama dan juga belum membayar, tak mungkin mengejar kereta itu.
Dengan wajah tanpa daya aku biarkan kereta berlalu dari hadapanku, menyesal rasanya ketika tertinggal kereta, kali ini aku sangat marah sama perutku sendiri, harusnya aku bisa menahan rasa lapar ini, hanya karena lontong ini aku jadi tertinggal kereta dan tidak bisa segera makan dan istirahat dirumahku sendiri.
“Siaaaalan” teriak hatiku sejadi-jadinya.
Masih dalam suasana menyesal, aku membuang kulit pembungkus lontong dan tanganku merogoh kantong untuk mengambil uang receh, setelah itu segera kuserahkan uang tersebut kepada penjual lontong dan berharap kereta selanjutnya akan tiba dan aku tidak ketinggalan lagi.
Sesaat setelah itu, aku dikejutkan oleh suara dentuman yang amat keras dan mengagetkan semua orang yang berada disana, bunyinya seperti suara dua buah benda besar bertabrakan.
Seseorang dengan berteriak dan berlari dari arah stasiun memberikan kabar yang membuat dengkul ini menjadi lemas, yakni telah terjadi tabrakan dua buah kereta diperlintasan rel wilayah ratujaya (rel jalan antara stasiun Depok lama dan stasiun Citayam).
Akupun melakukan sujud syukur dan meminta maaf serta menyesal karena telah memberikan fatwa sial kepada rasa lapar ini.
Terima kasih ya Allah engkau telah memberikan rasa lapar ini kepada hambamu ini dan sekarang rasa lapar ini telah menyelamatkan diriku.
Cerita ini diangkat dari kisah yang dialami oleh sahabat Livi Family yang bernama Atman warga Citayam pada tahun 1993, semoga bermanfaat dan dapat dijadikan pelajaran bagi kita semua bahwa :
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Qs : Al Baqarah-216)
www.alifiarahmany.blogspot.com
www.alifiarahmany.blogspot.com
7 comments:
Subhanalloh, segala sesuatu terjadi sesuai kehendak-NYa. Kita jalani saja hidup ini, susah ataupun senang, dengan sebaik-baiknya se-akan2 esok maut akan menjemput.
Masya Allah.. sungguh kisah yang syarat hikmah,smoga kita bisa mengambil ibrahnya yach..
yah..emang semua ada hikmahnya..
dan semua akan slalu dalam perlindunganNya..
Mbak... harus sabar...yaaa
SAlam kenal
merinding bacanya....
subhanallah, bener banget niy,
kadanga2 aku juga suka ngerasa gitu....
protes2 sendiri...ngerasa mestinya begini...bukan begitu....
padahal yg tau mana yg terbaik untuk kita kan hanya Allah SWT semata....
yg penting usaha, doa trus ikhlas ...
jgn ngeyel hehehe
thanks for the posting ya...
nice reading :)
Your post is very interesting, i have bookmarked your blog for future referrence
Selamat malam menjelang subuh...
Maaf ya Torokossik jalan subuh nyari kawan baru skalian nyari dukungan buat kontes Sulumits Retsambew.
Wassalam..
Post a Comment